Pilihan Anda

selamat datang


web widgets

assalam

اَسْلَامُ عَلَيْكُم وَرَحْمَةُ اللهِ وَبَرَكَاتُهُ

Senin, 27 Januari 2014

Syariat Islam Di Aceh Sebuah Kemusykilan


 
 
Sebagaimana kita ketahui bersama bahwa orang Aceh adalah orang yang sangat fanatikterhadap Islam. Mereka rela melakukan apa saja untuk mempertahankan agamanya termasukberperang sekalipun. Sifat keras terhadap para penentang Islam seperti sudah menjadi karakter yangmendarah daging bagi masyarakat Aceh. Masyarakat Aceh akan sangat marah dan murka jika ada orangyang melecehkan Islam meskipun sebagian dari mereka Cuma mengenal islam secara parsial disebabkanfaktor keturunan.Gejala fanatisme orang Aceh dapat kita saksikan ketika beberapa waktu lalu terjadi penyebaranaliran sesat Millah Abraham di Aceh. Masyarakat Aceh dengan semangat menggebu
 –
gebu bangkitsecara bersama
 –
sama untuk melawan dan mengusir para tertuduh sesat, meskipun kesesatan tersebutbelum terbukti di meja pengadilan.
Dalam konteks Fiqh mayoritas masyarakat Aceh mengaku bermazhab Syafi’i, namun penulis juga
tidak mampu memastikan apakah hal tersebut merupakan sebuah pengetahuan atau hanya sebataspengakuan. Satu hal lagi yang aneh menurut penulis bahwa secara teoritis ulama
 –
ulama tradisional diAceh mengakui dan membenarkan keberadaan empat mazhab dalam Islam yakni Mazhab Hanafi,
Mazhab Maliki, Mazhab Syafi’i dan Mazhab Hambali.
Namun secara aplikatif mereka cenderung
menafikan kebenaran mazhab selain mazhab Syafi’i.
Penerapan Syariat Islam di Aceh
Dalam amatan penulis semenjak diimplementasikannya Syariat Islam di Aceh penulis melihatbelum ada perubahan yang signifikan terutama menyangkut perilaku masyarakat. Perubahan yangnampak mencolok masih terbatas pada simbol seperti penggunaan tulisan Arab
 –
Melayu pada pamfletdan papan nama di kantor pemerintahan. Di bidang pendidikan memang ada sedikit perubahan dengandimasukkannya tambahan pelajaran agama dalam kurikulum sekolah umum. Namun jika dilihat dari
 
aspek perilaku masyarakat menurut penulis tidak ada bedanya perilaku masyarakat hari ini jikadibanding dengan perilaku masyarakat sebelum penerapan syariat Islam.Jika dulu kita menyaksikan perempuan di Aceh khususnya di daerah perkotaan jarangmenggunakan jilbab dan pakaian muslimah, hari ini juga tidak berbeda jauh, meskipun sebagian darimereka sudah menggunakan jilbab namun pakaian ketat masih menjadi favorit. Demikian jugapergaulan bebas muda
 –
mudi hampir tidak ada bedanya dengan daerah lain.Adapun qanun (sejenis Perda) tentang mesum dalam amatan penulis hanya menjadi hukum
bagi masyarakat awam, sedangkan golongan elit terkesan luput dari pantauan Polisi Syari’at (Wilayatul
Hisbah). Sebagai contoh kita bisa menyaksikan bagaimana bebasnya para artis dan penyanyi perempuandi Aceh yang sesuka hatinya membuka aurat tetapi tidak tersentuh oleh qanun. Padahal aurat merekabisa ditonton oleh seluruh masyarakat Aceh dan luar Aceh melalui VCD. Jika ada masyarakat awam yangmemakai pakaian ketat tak segan
 –
segan aparat Wilayatul Hisbah (WH) menegur dan membawamereka ke kantor. Tapi pada saat para artis menggoyang
 –
goyangkan pinggulnya yang bahenol, petugasWH seperti menutup mata dan terhipnotis sehingga tidak mampu berbuat apa
 –
apa.Pelanggaran demi pelanggaran terus terjadi di Aceh dan terkesan bahwa qanun tak ubahnyaseperti peraturan tumpul yang tidak berdaya. Ditambah lagi dengan moral hewani yang dimiliki olehbeberapa oknum WH. Mereka (oknum WH) ditugaskan
mengawal penerapan syari’
at Islam tapi malahdia sendiri yang melakukan pelecehan seksual.
Pendidikan berbau Sekuler
Meskipun sekolah umum dan sekolah Agama di Aceh sudah memiliki kurikulum yang nyarissama dengan dimasukkannya pelajaran Fiqih, Akidah Akhlak dan Quran Hadits dalam kurikulum sekolahumum, namun penulis melihat corak pendidikannya masih berbau sekuler. Kenapa tidak? Pada waktu
 
 jam sekolah (kurikuler) anak didik diajarkan pendidikan agama dan mereka dituntut untuk beragamasecara benar. Bagi anak didik perempuan mereka diwajibkan memakai pakaian muslimah, demikian jugabagi anak didik laki
 –
laki diwajibkan memakai celana panjang. Namun pada saat kegiatan ekstrakurikuler mereka diberi kebebasan berekspresi sesuai selera hati mereka. Jika pada waktu jam sekolahpara siswi terlihat memakai jilbab dan pakaian muslimah, berbeda halnya ketika mereka melakukanlatihan tari. Mereka Cuma memakai topi pet dengan rambut terurai dan memakai celana pendeksehingga tampak seksi dengan betis yang mengkilap. Mereka dengan semangatnya meloncat
 –
loncatdan menggoyangkan pinggul, di depannya terlihat para guru menepuk tangan dengan girangnya,mungkin mereka (guru) merasa kagum melihat betis
 –
betis indah tersingkap sehingga menyilaukanmata para penonton.Dimana syariat Islam ketika fenomena ini terjadi? Apa gunanya kita mengajarkan merekapelajaran Akidah
 –
Akhlak disekolah? Apa manfaatnya nilai Sembilan pada pelajaran Quran
 –
Haditsbagi mereka? Apakah kita akan membenarkan kesalahan ini dengan menyebut perilaku tersebut sebagaisebuah kreativitas seni? Wallahul Waliyut Taufiq.

Minggu, 26 Januari 2014

Pengamat: Pilkada Serentak Perlu Proyek Percontohan

JAKARTA, KOMPAS.com - Wacana pelaksanaan pemilihan kepala daerah (pilkada) serentak mendapat respon positif. Pengamat politik dari Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI), Siti Zuhro, mengusulkan agar dilaksanakan satu proyek percontohan pilkada serentak di salah satu provinsi. 

"Saya mengusulkan, jangan serentak dari Sabang sampai Merauke, tapi di satu provinsi untuk kabupaten/kota dan gubernur langsung. Misalnya, di Jawa Timur ada 38 kabupaten/kota plus gubernur, berarti 39 pilkada itu bareng. Test case itu. Harus ada pilot project dulu. jangan lompat-lompat," ujar Siti usai "Diskusi Pemilu Serentak Versi MK dan Nasib Pilkada" di Jakarta Pusat, Minggu (26/1/2014). 

Dia menuturkan, pilkada serentak di 34 provinsi tidak dapat serta merta diselenggerakan. Sebaiknya, kata dia, pilkada serentak diselenggarakan satu per satu setiap provinsi saja dulu. "Kemudian baru diserentakkan bareng. Kan nanti bakar-bakaran (efek pilkada) bareng di 580 kabupetan/kota," kata Siti. 

Menurut dia, pelaksaan pilkada serentak harus didasari oleh payung hukum yang jelas. Pasalnya, sekali pun pelaksanaan pilkada diatur UU No 32 tahun 2004, tetap saja ada beberapa pasal yang harus direvisi dan disesuaikan dengan putusan MK tentang pemili serentak. "Payung hukumnya lewat political engineering, yaitu lewat revisi undang-undang pilkada. Di dalamnya nanti mulai disebutkan provinsi bisa melakukan pilkada serentak. Pada selanjutnya dilakukan serentak secara nasional di tingkat lokal."

Selasa, 21 Januari 2014

Saya Hanya Saksi

KETUA DPRK Nagan Raya, Samsuardi alias Juraganmengatakan pemeriksaan yang dilakukan tim Polda Aceh di Mapolres Nagan Raya di Suka Makmue, Selasa (21/1) siang--terkait dugaan penyerobotan lahan--ia hanya diperiksa sebagai saksi saja.
Menurut Juragan, kasus ini mencuat bukan lantaran ribut dengan masyarakat pemilik tanah, melainkan dengan seorang oknum TNI yang memiliki lahan seluas 2 hektare sehingga kasus ini mencuat ke permukaan.
“Tanah itu bukan punya saya, melainkan kepunyaan orang lain yang tak ada hubungan dengan saya. Dalam pemeriksaan di Mapolres Nagan, saya hanya sebagai saksi, bukan tersangka,” kata Juragan menjawab Serambi melalui ponselnya, Selasa (21/1) malam.
Dikatakannya, dalam pemeriksaan tersebut dirinya hanya dimintai keterangan oleh tim penyidik dari Polda Aceh selama 10 menit saja. Keterangan yang diminta terkait dengan keterangan sebelumnya yang pernah ia berikan pada tahun 2012 kepada tim Polda Aceh dalam kasus yang sama.
Juragan menegaskan, kasus tersebut terjadi akibat adanya protes dari seorang anggota TNI yang mempunyai lahan seluas dua hektare yang kebetulan berada dekat dengan tanahnya. Kasus itu terjadi, katanya, lantaran seorang warga meminjam alat berat dan melakukan pengerukan lahan di kebun orang lain untuk saluran pembuangan air.
Juragan mengatakan, dengan datangnya tim dari Polda Aceh untuk meminta keterangan dalam kasus ini di Nagan Raya, maka dinilai sangat memudahkan dirinya karena tak perlu harus jauh-jauh ke Banda Aceh untuk memberikan keterangan.
“Hanya sebagai saksi saja saya dalam kasus penyerobotan lahan ini, karena tanah tersebut bukan punya saya,” katanya lagi.
 Kasus Riki cs
Samsuardi juga membenarkan bahwa pada Selasa sore kemarin tim dari Kejati Aceh juga menyerahkan berkas ke Kejari Suka Makmue terkait kasus dugaan penganiayaan terhadap Riki dan Fadil yang terjadi sekitar bulan Juli 2013 di kebun miliknya.
Dalam penyerahan kasus itu, kata Juragan, ia hanya sebagai terperiksa dan bukan tersangka. Prosesi penyerahan barang bukti tersebut ia akui hanya berlangsung sekitar 10 menit saja. Politisi Partai Aceh Kabupaten Nagan Raya ini berharap kasus itu bisa secepatnya selesai dan memperjelas perkara yang sebenarnya.
Pada awal Agustus 2012, ketika warga menudingnya menyerobot lahan, Juragan mengatakan tanah yang dipersoalkan sejumlah warga Pulo Ie itu tergolong salah alamat. Sebab, lahan tersebut tak benar milik mereka. Menurut Juragan, tanah itu ia beli dari PT Perintis yang waktu itu masih semak belukar dan telah dibersihkannya untuk memulai menanam sawit.
“Saya tidak takut dilaporkan ke mana saja karena tanah itu memang milik saya. Saya juga memiliki surat dan silakan saja mau lapor, baik ke polisi atau ke mana saja, terserah masyarakat. Protes warga itu hanya karena hendak lebaran, maka persoalan ini muncul. Padahal, selama ini tidak pernah ada masalah soal lahan tersebut,” 

Meunasah, Keudee, dan Kanto

Oleh Munawar A. Djalil
KARAKTER gampong di Aceh yang utama terletak pada generasi pertamanya yang merupakan sebuah keluarga besar sehingga mereka memiliki jalinan kekerabatan yang erat yang berbasis pada keluarga-keluarga di jurong-jurong. Gampong dapat dikatagorikan sebagai sebuah wilayah geneologis (seketurunan), di mana masyarakatnya terikat atas dasar kesetiakawanan atau solidaritas karena memiliki komitmen moral yang dimotivasi oleh sistem keyakinan yang satu, yakni Islam. Meskipun ada kalanya komitmen moral itu hilang dan digantikan oleh komitmen emosional yang didorong oleh ikatan kekerabatan (perkauman) yang sama sekali tidak memiliki landasan keagamaan.
Dari aspek transformasi demografis gampong menjadi semakin padat penduduknya. Jumlah warga lelaki yang dewasa, terutama di gampong yang dekat perkotaan, sudah melebihi ribuan jiwa. Lalu tali kekerabatan semakin melemah, dan cenderung putus. Trasformasi demografis ini ternyata tidak diikuti oleh trasformasi kelembagaan gampong. Yaitu perubahan peran balee dan meunasah (dalam arti pemajemukan fungsi) yang cenderung merosot, baik sebagai tempat pelaksanaan ritual maupun sebagai tempat penyelenggaraan kegiatan-kegiatan duniawi, seperti tempat pemecahan masalah sosial secara adat atau tempat membahas kebijaksanaan gampong (desa).
Balee, misalnya, dulu adalah sebagai tempat persinggahan dan interaksi sosial informal antar warga jurong. Di situ mereka menjalin silaturrahmi setelah keterlibatan mereka seharian di sawah, di keudee (warung/pasar) ataupun di kanto (kantor). Mereka membicarakan problemnya yang kemungkinan dapat diperbincangkan ke tingkat yang lebih tinggi dan luas, serta lebih formal yakni di meunasah. Fungsi tradisional meunasah di Aceh adalah sebagai tempat musyawarah untuk mencari pemecahan atas problem kehidupan bersama.
Aparatur desa (peutua gampong), imuem meunasah, dan tuha peut serta masyarakat pada umumnya adalah partisipan aktif dalam musyawarah tersebut. Sebuah keputusan tidak hanya mempertimbangkan keabsahan hukum saja, tapi juga diterima menjadi komitmen bersama tanpa harus melalui proses sosialisasi lebih lanjut. Fungsi meunasah telah tereduksi karena hanya sebagai tempat penyelenggaraan ritual, demikian juga peringatan-peringatan hari besar Islam seperti Maulid Nabi, sementara peran adatnya semakin lemah.
Transformasi demografis tersebut mendorong munculnya trasformasi ekonomis, karena sawah sebagai basis produksi tak mampu lagi menampung ledakan tenaga kerja, bahkan hasil produksi pertanian ini tak lagi mampu memenuhi kebutuhan rumah tangga yang semakin tinggi nilainya serta semakin banyak ragamnya. Bahkan, oleh jaraknya yang dekat dengan kota, fungsi sawah telah beralih menjadi lahan bagi perumahan penduduk. Kesulitan ekonomi mulai menonjol dan bersamaan dengan itu kebersamaan semakin memudar karena masing-masing warga harus lebih mengutamakan diri dan keluarganya. Etika sosial yang berlaku bukanlah mengutamakan selamat secara bersama, tetapi secara individual.
Problem sosial ini semakin dipertajam dengan transformasi politis. Di satu pihak, prosedur dan mekanisme pemilihan kepala desa yang sudah diintervensi oleh kekuatan birokrasi. Di lain pihak semakin lemahnya religuisitas imuem meunasah di mata masyarakat Aceh. Peutua gampong dan imuem meunasah di hadapan masyarakat tak sebagaimana kata pepatah “lagee ku ngon ma”. Apa yang terjadi adalah “saboh rumoh dua tanglong, saboh gampong dua peutua”. Bahkan kedua pilar gampong tersebut tak lebih dari simbolisasi dari ku’eh dan amarah.
 Tiga kutub kehidupan
Dinamika kehidupan sosial masyarakat gampong di Aceh tercermin pada interaksi sosial yang terjadi di satu kutub pada meunasah, balee, dan masjid. Sementara kegiatan bertani di sawah sebagai basis produksi dan keudee sebagai kutub kedua menjadi tempat pertukaran komuniti di samping memiliki berbagai fungsi budaya lainnya, misalnya, pertukaran informasi dan pertemuan sosial. Nah, ketika posisi negara semakin kuat dan posisi rakyat semakin lemah, ditambah dengan birokrasi yang personal maka kanto merupakan kutub ketiga, yang melalui kebijaksanaan peutua atau keuchik berusaha mengubah perilaku masyarakat gampong.
Dari segi tata ruang, kedua kutub pertama tersebut menyimbolkan hal-hal yang duniawi dan non-duniawi yang selalu berdampingan, sedang kanto tersendiri letaknya. Dengan kata lain, bahwa ritual di meunasah yang memperkaya religiusitas dan memformat perilaku individu dalam berinteraksi di keudee supaya tak menyimpang dari norma-norma agama. Sebaliknya, pertukaran di keudee memberikan kontribusi yang besar bagi berdirinya fundasi ekonomi rumah tangga yang kuat lagi halal. Fundasi ekonomi tersebut bagi masyarakat Aceh akan menghindarkan anggota keluarga dari kekufuran. Lalu, komitmen moral yang kuat, yang ditopang oleh otoritas moral teungku meunasah, maka masyarakat dapat mengontrol kebijakan dan kinerja peutua gampong.
Akan tetapi, fonemena saat ini tampaknya menegaskan adanya jurang pemisah yang tajam antara meunasah, keudee, dan kanto. Di mana keterlibatan individu dalam ritual keagamaan di meunasah tak ada kaitannya dengan perilaku individu dalam berinteraksi di keudee, dan kanto, demikian pula sebaliknya. Apalagi dinamika ritual di meunasah semakin merosot, baik kualitatif (kesakralan ritual) maupun kuantitatif (frekuensi ritual).
Sementara keudee semakin berkembang sebagai pusat pertumbuhan ekonomi, dan memperkeruh atmosfer kehidupan bahwa uang adalah sangat berarti, sehingga muncul satu pameo dalam masyarakat Aceh hana peng hana inong. Lalu, kanto berubah menjadi kekuatan politik yang mampu mempengaruhi atmosfir kehidupan di gampong, baik karena peutua gampong telah menjadi perpanjangan tangan birokrasi maupun karena ‘mitos’ bahwa hidup ini hanya berkelanjutan dan keturunan akan terpelihara bila ada kekuasaan di tangan. Singkatnya interaksi sosial didominasi oleh hal-hal yang duniawi sifatnya.
Ketiga kutub kehidupan tersebut saling bergulat untuk menarik setiap individu ke arahnya. Masing-masing individu pun dapat memilih apakah ia ingin memiliki kepribadian yang dibentuk oleh meunasah sehingga ia menjadi religius, atau dibentuk oleh keudee sehingga berorientasi ekonomis, ataupun oleh kanto sehingga hidupnya selalu berorientasikan pada kekuasaan. Karenanya individu dihadapkan dengan sejumlah pilihan jalan hidup yang seakan-akan tidak memiliki keterkaitan satu sama lainnya.
 Pilihan dilematis
Akan tetapi, ketika satu pilihan ditetapkan, ternyata muncul pilihan dilematis sehingga individu itu memberlakukan standar etik ganda (dualitas). Sehingga satu waktu ia terlibat dalam ritual-ritual keagamaan di meunasah, bahkan menjadi aktornya (sebagai juru khutbah misalnya). Sementara, pada waktu lainnya ia adalah seorang aktor di keudee atau di kanto yang tindakannya terkadang cenderung menyimpang dari apa yang dikhutbahkannya sendiri.
Permasalahannnya adalah jika keudee bisa berkembang menjadi pasar dan peutua menjadi bagian dari jaringan birokrasi yang sangat politis, maka meunasah cenderung stagnan. Meunasah tak berkembang menjadi masjid, tapi juga belum sepenuhnya disfungsional seperti balee. Hal ini merupakan sebuah bentuk transformasi sosial yang mendasar yang berlangsung di gampong. Di mana gampong telah berubah sehingga mempengaruhi solidaritas sosial masyarakatnya. Komitmen pada moral semakin lemah, digantikan kepentingan-kepentingan yang lebih bersifat duniawi, serta semakin membuat jarak antarkutub kehidupan masyarakat, meunasah, keudee dan kanto. Komitmen moral yang ditempa di meunasah semakin mencair, sementara komitmen ekonomis yang dibentuk oleh keudee dan komitmen politis yang dipaksakan oleh kanto semakin kuat.
Akhirnya, lembaga gampong seperti meunasah telah tereduksi perannya, apalagi balee. Akibatnya, komitmen moral mencair sehingga masing-masing individu cenderung berjuang untuk mencari selamatnya sendiri-sendiri (peuseulamat droe keu droe). Gampong kini bak keluarga yang retak, menjadi masyarakat yang terpecah, yang sebelah kakinya berada di meunasah dan sebelah kaki lainnya berada di keudee atau kanto. “Donya ka akhe, taduek bak meunasah han malem le, tahareukat di keudee han kaya, tajak u kanto tan kuasa le” (Dunia hampir kiamat, duduk di meunasah tidak akan alim, berniaga tidak akan kaya, dan duduk di kantor tak ada kuasa lagi).
editor aburul

Delapan asosiasi perusahaan di lantik

BANDA ACEH - Delapan asosiasi perusahaan dan profesi jasa konstruksi Provinsi Aceh periode 2014-2018 dilantik di Gedung Serba Guna Kantor Gubernur Aceh, Banda Aceh, Selasa (21/1). Pelantikan oleh ketua atau sekretaris organisasi masing-masing tingkat pusat ini turut disaksikan Gubernur Aceh, Muzakir Manaf.
Ketua Panitia Muhammad Sabri Mas dalam laporannya antara lain mengatakan tujuan pelantikan ini agar dapat terlaksana program yang merupakan amanah Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga (AD/ART) masing-masing asosiasi ini sehingga terselenggaranya program keorganisasian dengan baik.
“Kita harapkan kontraktor yang terhimpun dalam asosiasi harus mampu melaksanakan fungsi sebagai mitra pemerintah dengan penuh dedikasi serta meningkatkan kualitas kerja. Namun, semua tak akan berarti tanpa dukungan berbagai pihak, terlebih dari Pemerintah Daerah untuk terus menjalin hubungan kemitraan dalam pelaksanaan pembangunan sesuai tugas pokok dan fungsi masing-masing,” kata Sabri. 
Sementara itu, pada kesempatan yang sama, Wagub Aceh, Muzakir Manaf dalam sambutannya antara lain mengatakan Pemerintah Aceh sangat mendukung kehadiran asosiasi perusahaan dan asosiasi profesi jasa konstruksi di Aceh. Ia berharap kehadiran wadah ini akan memudahkan segala kegiatan sosialisasi dan penyebaran informasi tentang kebijakan dan usaha konstruksi di Aceh.
“Dengan demikian, sistem koordinasi di kalangan asosiasi akan lebih mudah, termasuk untuk informasi berbagai kegiatan sertifikasi, seperti Sertifikasi Badan Usaha (SBU) dan sertifikasi tenaga ahli atau tenaga terampil,” kata Wagub. 
editor aburul

Minggu, 19 Januari 2014

KORUBSI DI ACEH MENINGKAT

LSM MATA : Korupsi Di Aceh Meningkat 50 % Selama Pemerintahan Zaini Abdullah-Muzakkir Manaf, Karena Mereka Tidak Tegas dan Terkesan Takut Pada Bawahannya

Banda Aceh - Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) di Aceh di bawah kepemimpinan Zaini Abdullah-Muzakir Manaf bukannya menurun, malah meningkat tajam hingga 50 %. Korupsi dilakukan dengan 9 Modus.

Lembaga Masyarakat Transparansi Aceh (MaTA) merilis, data korupsi di Aceh pada tahun 2013 meningkat 50 persen dibandingkan tahun 2012 lalu. Akibatnya, negara mengalami kerugian mencapai Rp 513,5 miliar.

"Pada tahun 2013 ini, angka korupsi di Aceh meningkat 50 persen dibandingkan tahun 2012 lalu, ini sangat memprihatinkan," kata Koordinator Mata Alfian
Selama tahun 2013, MaTA berhasil merangkum ada sembilan modus korupsi yang dilakukan oleh koruptor di Aceh. Di antaranya, kata Alfian, seperti penyalahgunaan anggaran dan wewenang, adanya laporan fiktif, anggaran dipotong, proyek ditelantarkan dan bahkan ada juga yang melakukan mark up, tidak sesuai spek serta adanya penggelapan.

"Dari sembilan modus itu, ada dua modus yang sangat besar merugikan negara, yaitu mark up dan penggelapan," ujarnya.
Lanjutnya, untuk mark up saja terdapat kerugian negara mencapai Rp 261,2 miliar. Sedangkan untuk penggelapan negara merugi sebanyak Rp 233,6 miliar.
Katanya, lain lagi kasus korupsi yang masih sedang dalam proses penanganan oleh pihak kepolisian.

Sedikitnya, ada 26 kasus korupsi yang belum dapat ditetapkan kerugiannya.
Oleh karenanya, Alfian mendesak pihak berwajib, kepolisian, jaksa agar bisa bekerja cepat untuk membongkar mafia korupsi yang ada di Aceh. Pasalnya, korupsi di Aceh tahun ke tahun terus terjadi peningkatan dan ini akan berbahaya terhadap perampokan uang negara.


Kamis, 16 Januari 2014

ABU KUTA KRUNG SEDANG SAKIT

Mari kita berdoa agar abu kuta krueng yang saat ini masih di rawat di rs columbia medan kamar 512 cepat sembuh. Bagi yang ada kesempatan, mari kita jenguk beliau. Alhamdulillah Saat ini beliau semakin membaik.

Sabtu, 11 Januari 2014

grub zikir al-huda sedang belajar zikir maulid

Jeunib santri dayah baitul huda yang terletak di kecamatan jeunib kabupaten biren, sedang dididik belajar zikir maulid.sebagai mana biasa tradisi masyarakat dayah kusus nya di aceh dalam Rangaka menyambut hari lahirnya beginda nabi mustafa[muhammad anak abdullah] yang merupakan Nabi kita dimana pada hari lahirnya dibuat berbagai macam acara diantara nya adalah zikir yang membesarkan nya.disinilah sebagai guru yang ada di dayah baitul huda dengen sungguh-sungguh mendidik santri untuk bisa dengen tertib dan tekun dalam mempelajari zikir maulid yang dididik oleh syeh tgk kairun dan kawan-kawan nya.tgk bahrul walidin dengen humas di dayah baitul huda senantiasa memberikan sepot bagi para santri untuk sungguh-sungguh dalam belajar.

Jumat, 10 Januari 2014

tanggapan wakil bupait pidie

Wakil Bupati Pidie, M Iriawan SE, kepada Serambi kemarin mengatakan, pembangunan bronjong sungai sangat dibutuhkan masyarakat Gampong Lutueng, untuk mencegah meluapnya air sungai. “Kita tidak bisa menganggarkan dalam dana tanggap darurat. Karena itu bukan bencana yang terjadi secara tiba-tiba,” kata M Iriawan saat meninjau gampong tersebut, Kamis (9/1).
Di dampingi Ketua DPRK Pidie, Muhammar AR, kata Iriawan, Pemkab tetap memprioritaskan pembangunan talut di gampong tersebut. “Jika memungkinkan akan kita usulkan dalam anggaran APBK Perubahan 2014,” katanya

generasi muda

Pendidikan adalah langkah menuju kesuksesan yang sebenarnya,di era moderen di mana para generasi tidak lagi menjadi pendidikan adalah satu hal yang benar-benar menjadi prioritas.tatkala itu lah mereka akan terjebak dalam lubang kehancuran yang tak pernah disadari nya.

islam

Islam (Arab: al-islām, الإسلام Tentang suara ini dengarkan : "berserah diri kepada Tuhan") adalah agama yang mengimani satu Tuhan, yaitu Allah. Dengan lebih dari satu seperempat miliar orang pengikut di seluruh dunia,[1][2] menjadikan Islam sebagai agama terbesar kedua di dunia setelah agama Kristen.[3] Islam memiliki arti "penyerahan", atau penyerahan diri sepenuhnya kepada Tuhan (Arab: الله, Allāh).[4] Pengikut ajaran Islam dikenal dengan sebutan Muslim yang berarti "seorang yang tunduk kepada Tuhan"[5][6], atau lebih lengkapnya adalah Muslimin bagi laki-laki dan Muslimat bagi perempuan. Islam mengajarkan bahwa Allah menurunkan firman-Nya kepada manusia melalui para nabi dan rasul utusan-Nya, dan meyakini dengan sungguh-sungguh bahwa Muhammad adalah nabi dan rasul terakhir yang diutus ke dunia oleh Allah.

Nama Nama Nabi 25 yang wajib diketahui

Ada 25 Nabi dan Rasul yang dalam ajaran Islam wajib di ketahui,mereka orang-orang yang terpilih untuk menerima wahyu langsung dari Allah dan sekaligus di perintah kan untuk menyampai kan wahyu tersebut kepada umat-umat nya.Inilah nama-nama mereka yang wajib kita ketahui.


  1. Adam A.S
  2. Idris A.S
  3. Nuh A.S
  4. Hud A.S
  5. Sholeh A.S
  6. Ibrahim A.S
  7. Luth A.S
  8. Ismail A.S
  9. Ishaq A.S
  10. Ya'kub A.S
  11. Yusuf A.S
  12. Ayub A.S
  13. Suaeb A.S
  14. Musa A.S
  15. Harun A.S
  16. Zulkifli A.S
  17. Daud A.S
  18. Sulaiman A.S
  19. Ilyas A.S
  20. Ilyasa A.S
  21. Yunus A.S
  22. Zakariya A.S
  23. Yahya A.S
  24. Isa A.S
  25. Muhammad S.A.W